KINNI.ID, BANDAR LAMPUNG – Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Pesawaran memasuki babak baru pasca-Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi Aries Sandi Darma Putra, memicu perubahan komposisi koalisi partai dan kontroversi tafsir putusan MK.
KPU Pesawaran resmi menerima pendaftaran pasangan Supriyanto-Suriansyah sebagai calon bupati dan wakil bupati dari Partai Golkar dan PPP pada Senin (10/3/2025) malam, sementara usulan Partai Demokrat atas Elin, istri Aries Sandi, ditolak karena tak memenuhi syarat administrasi.
Namun, pengamat politik mempertanyakan kesesuaian keputusan KPU dengan putusan MK, yang mensyaratkan calon pengganti berasal dari gabungan partai pengusung awal: Golkar, PPP, dan Demokrat.
Putusan MK Nomor 20/PHPU.BUP-XXIII/2025 pada 24 Februari 2025 memerintahkan PSU menggunakan Daftar Pemilih Tetap (DPT) 27 November 2024, diikuti pasangan Nanda Indira-Antonius Muhammad Ali serta calon baru dari koalisi pengusung Aries Sandi, tanpa melibatkan Aries yang didiskualifikasi akibat ijazah SLTA.
Supriyanto, sebelumnya calon wakil bupati, kini naik sebagai calon bupati bersama Suriansyah. Namun, absennya Demokrat dalam pengusulan ini memicu kritik.
Akademisi Universitas Lampung, R. Sigit Krisbintoro, menyebut penerimaan pasangan ini berpotensi melanggar konstitusi jika tak sesuai putusan MK.
“Jika partai pengusung tak patuh, KPU harus tegas melapor ke MK,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal ADIPSI, Darmawan Purba, menyoroti ketidakjelasan tafsir putusan MK. “Apakah Supriyanto bisa naik jadi calon bupati, atau harus ada calon baru dari tiga partai?” katanya, Rabu (12/3/2025).
Ia juga mempertanyakan sosialisasi KPU Pesawaran dan Provinsi Lampung, yang dinilai gagal mencegah persepsi simpang siur di publik dan koalisi.
“KPU bertanggung jawab memberi informasi jelas,” tegasnya.
Tanpa kejelasan, dinamika koalisi kian memanas, dengan Supriyanto memilih berpasangan dengan Suriansyah ketimbang Elin yang diusung Demokrat.
Ketua Divisi Hukum KPU Provinsi Lampung, Hermansyah, membela keputusan KPU Kabupaten Pesawaran.
Ia menyebut pendaftaran Supriyanto-Suriansyah sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 dan Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan, serta putusan MK.
“Supriyanto sudah ‘ngunci’ sebagai bagian pasangan calon. Menolak pendaftaran justru melanggar hukum,” ujarnya, Selasa (11/3/2025).
Hermansyah menegaskan pecahnya koalisi di luar kewenangan KPU, dan Supriyanto telah memilih paket Golkar-PPP melalui pernyataan resmi.
“Jika tak ada calon sah, bisa ada kotak kosong,” tambahnya.
Namun, Sigit Krisbintoro menilai KPU harus memastikan kepatuhan pada putusan MK. Ia memperingatkan potensi gugatan baru jika proses ini cacat hukum.
“Jika koalisi gagal, MK bisa perintahkan pemilihan dengan kotak kosong, dan jika kotak kosong menang, PSU harus diulang,” katanya.
Darmawan menambahkan, KPU perlu mengantisipasi dinamika ini agar PSU berjalan lancar.
Hingga kini, publik masih menanti kejelasan agar proses demokrasi di Pesawaran tak terhambat persepsi berbeda. (KN/*)