Kinni.id, Bandarlampung – Bawaslu Provinsi Lampung menekankan pentingnya bentuk pengawasan partisipatif pada pelaksanaan pemilu 2024 mendatang.
Pengawasan partisipatif dapat dilakukan oleh semua pihak agar mensukseskan pemilu yang jujur adil (jurdil), Langsung Umum Bebas Rahasia (Luber).
“Anak Muda, BEM Universitas, dan lainnya termasuk media, bisa membantu dalam rangka mengawasi pemilu 2024, bentuknya pengawasan partisipatif,” ujar Ketua Bawaslu Lampung, Iskardo P. Panggar, dalam agenda Refleksi 15 Tahun Bawaslu, di Hotel Nusantara Syariah, Minggu (9/4/2023)
Menurut Iskardo, pengawasan partisipatif, dapat menciptakan good government sebagai tujuan akhir dari demokrasi. Karena itu, pengawasan perlu ditingkatkan karena, Bawaslu Lampung melihat adanya kecenderungan tingkat partisipasi pemilu tiap momen di Lampung menurun, kemudian adanya juga problem politik uang yang ada setiap momen pemilu dan pilkada.
“Karena muaranya, ada implikasi pelemahan kualitas penurunan demokrasi dan pemerintahan,” jelasnya.
Presiden BEM Unila Khairun Saleh mengatakan, BEM bersama media, pemuda dan khususnya KNPI Lampung, diharapkan bisa saling bersinergi dalam mensukseskan pemilu 2024, terutama dalam bentuk pengawasan agar menghasilkan demokrasi yang ideal.
“Kami berharap bisa saling mendukung, agar pemilu berjalan lancar,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris DPD KNPI Lampung, Eka Setiawan menyebut berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, total masyarakat Indonesia yang masuk ke dalam kategori pemuda (18-35) mencapai angka 64,92 juta atau menyentuh angka 24%. Sehingga jika pemuda bergerak secara kolektif mensukseskan pemilu, bisa mendongkrak angka partisipasi pemilu 2024 mendatang.
“Begitu juga kalau pemudanya apatis dan skeptis, angka partisipatif bisa turun,” ungkapnya.
Lanjut Eka, Civi Society yang didalamnya ada elemen pemuda, berpotensi menjadi potensi arus besar dalam jalannya pemilu 2024, sehingga perlu ada antisipasi. Eka memaparkan saat ini pemuda, bisa memberikan berbagai argumen dan sikapnya, tal hanya di media mainstream, juga bisa di media sosial, dan tentunya memilih dampak signifikan.
“Sekarang enggak perlu sekelas akademisi atau lainya ,civil society, pemuda aktivis mahasiswa saja bisa berargumen,” pungkasnya.(Sept/Red)