IHK Agustus Lampung Mengalami Deflasi 0,50%

0
290

Kinni.id, Bandar Lampung – Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada Agustus 2021 mengalami deflasi yaitu sebesar 0,50% (mtm), lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi bulan sebelumnya dan rata-rata inflasi bulan Agustus dalam 3 (tiga) tahun terakhir yang masingmasing mengalami inflasi sebesar 0,15% (mtm) dan 0,20% (mtm). Kamis (02/09/21)

Pencapaian tersebut juga lebih rendah dari capaian Nasional yang mengalami Inflasi sebesar 0,03% (mtm) dan Sumatera yang mengalami deflasi sebesar 0,19% (mtm).

Secara tahunan, inflasi Provinsi Lampung tercatat sebesar 1,29% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan inflasi Nasional dan Sumatera yaitu sebesar 1,59% (yoy) dan 1,83% (yoy). Secara spasial, dibandingkan 90 kota perhitungan inflasi nasional, inflasi Kota Metro dan Bandar Lampung pada bulan Agustus 2021 tergolong relatif rendah masing-masing menempati urutan ke-84 dan ke-74.

Dilihat dari sumbernya, deflasi pada bulan Agustus 2021 didorong oleh penurunan pada beberapa komoditas seperti; sekolah menengah atas, cabai rawit, cabai merah, telepon selular, dan sekolah dasar dengan andil masing-masing sebesar -0,15%; -0,12%; -0,08%; -0,06%; dan -0,05%.

Penurunan harga yang terjadi pada kelompok pendidikan yaitu untuk komoditas sekolah menengah atas dan sekolah dasar didorong oleh adanya penyesuaian biaya pendidikan akibat perubahan pola ajar dari tatap muka menjadi daring.

Di sisi lain, terdapat penurunan harga pada komoditas aneka cabai yaitu cabai rawit dan cabai merah yang didorong oleh terjaganya pasokan akibat masuknya masa panen di tengah permintaan yang relatif menurun.

Sementara itu, komoditas telepon selular juga mengalami penurunan dipicu oleh mulai dipasarkannya varian telepon seluler terbaru sehingga distributor turut menurunkan harga varian yang lama guna mendorong penjualan.

Meski demikian, deflasi yang lebih dalam pada periode Agustus 2021 tertahan oleh adanya inflasi pada sebagian komoditas di antaranya minyak goreng, angkutan udara, buah pir, nasi dengan lauk dan beras dengan andil masing-masing sebesar 0,08%; 0,01%; 0,01%; 0,01%; dan 0,01%.

BACA JUGA :   Pemkab Waykanan Terima Penghargaan Adipura Ketiga

Kenaikan harga pada komoditas minyak goreng disebabkan oleh masih berlanjutnya peningkatan harga komoditas CPO dunia sebagai bahan baku utama. Sementara itu, peningkatan harga pada tarif angkutan udara didorong oleh adanya normalisasi harga pada maskapai setelah sempat menurunkan tarif minimal pada periode sebelumnya.

Di sisi lain, peningkatan harga pada komoditas buah pir disebabkan oleh adanya peningkatan biaya distribusi No. 23/788/Bdl/Srt/B akibat penerapan PPKM level 4 sehingga mendorong peningkatan harga. Selain itu, komoditas Nasi dengan Lauk juga turut mengalami peningkatan harga sebagai dampak lanjutan peningkatan bahan baku, yaitu minyak goreng. Adapun kenaikan harga pada komoditas beras didorong oleh masih terbatasnya pasokan akibat masuknya masa tanam gadu.

Sementara itu, NTP Provinsi Lampung pada bulan Agustus 2021 tercatat lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Peningkatan NTP ini terjadi pada subsektor tanaman pangan, tanaman perkebunan rakyat, perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Kenaikan NTP tersebut didorong oleh adanya peningkatan harga pada komoditas gabah, jagung, kelapa sawit dan karet.

Sementara itu, tekanan inflasi pedesaan yang tergambar dari Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani tercatat mengalami penurunan sebesar 0,36% (mtm) sejalan dengan penurunan harga kelompok makanan, minuman dan tembakau. Penurunan tersebut menempatkan Provinsi Lampung pada peringkat ke-33 secara nasional.

Dengan demikian, NTP Agustus 2021 tercatat meningkat sebesar 1,14% (mtm) dari 101,75 di bulan Juli 2021 menjadi 102,91 pada bulan Agustus. Meskipun secara umum NTP tercatat di atas 100, namun demikian masih terdapat subsektor yang kinerjanya masih perlu ditingkatkan seperti subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultura yang masih berada di bawah 100 yaitu masing-masing sebesar 93,55 dan 94,70.

Ke depan, KPw BI Provinsi Lampung memandang bahwa inflasi akan tetap terkendali pada rentang sasaran 3±1%. Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang perlu dimitigasi, antara lain: Pertama, berlanjutnya kenaikan harga beras seiring berkurangnya pasokan memasuki masa tanam gadu.

BACA JUGA :   Gemilang Konsolidasi Anak Muda di Pringsewu dan Pesawaran

Harga gabah kering di tingkat petani dan penggilingan juga terpantau mengalami kenaikan. Kedua, risiko berlanjutnya kenaikan harga minyak goreng seiring dengan peningkatan harga komoditas CPO Dunia. Ketiga, potensi pelonggaran kebijakan PPKM di sejumlah wilayah baik di Provinsi Lampung maupun di Jawa dan Bali dapat mendorong peningkatan konsumsi masyarakat.

Namun demikian, peningkatan konsumsi mayarakat yang diimbangi oleh ketersediaan pasokan akan berdampak positif terhadap perekonomian dan pencapaian target inflasi di Provinsi Lampung.

Dalam menjaga agar tingkat inflasi tetap berada pada level yang rendah dan stabil, diperlukan langkah-langkah pengendalian inflasi guna mengantisipasi risiko di atas. Pertama, memastikan keterjangkauan harga dari komoditas-komoditas strategis.

Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dan Satgas Pangan bekerja sama dan bekomitmen untuk terus memastikan keterjangkauan harga, melalui pemantauan harga komoditas-komoditas strategis secara harian, yakni salah satunya melalui aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (https://hargapangan.id/), untuk melihat perkembangan harga serta melakukan intervensi kebijakan yang diperlukan.

Kedua, memastikan ketersediaan pasokan kepada produsen, pedagang besar/utama dan pedagang tradisional agar tidak terdapat kendala dalam distribusi pasokan, khususnya untuk pasokan yang berasal dari luar Provinsi Lampung tersebut.

Di sisi lain, guna memenuhi ketersediaan pasokan, TPID Provinsi/Kabupaten/Kota perlu untuk terus mengoptimalkan dan meningkatkan koordinasi, salah satunya melalui Kerjasama Antar Daerah (KAD) khususnya untuk pemenuhan pasokan dan menghadapi adanya risiko kenaikan harga komoditas pangan strategis.

Langkah konkrit yang dapat dilakukan oleh Tim TPID Provinsi/Kabupaten/Kota terkait KAD adalah melakukan pendataan neraca pangan secara akurat untuk mengetahui kondisi surplus defisit komoditas di wilayah masing-masing.

Selain itu, perlu ditingkatkannya implementasi Program Kartu Petani Berjaya (KPB) yang merupakan terobosan untuk mendukung upaya peningkatan produktivitas pertanian dan ketersediaan pasokan, di samping juga berperan dalam peningkatan kesejahteraan petani. Lebih lanjut, guna terus meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari produksi komoditas oleh petani di Provinsi Lampung, perlu dilakukan inovasi terkait dengan pemanfaatan teknologi dalam pertanian (digital farming).

BACA JUGA :   Demokrat Kembali Tolak Keras Sistem Pemilu Proposional Tertutup, AHY: Jangan Sampai Hak Rakyat Dirampas

Ketiga, memastikan kelancaran distribusi melalui TPID dan Satgas Pangan dengan terus memastikan adanya kecukupan pasokan dan kelancaran akses distribusi bahan pokok di Provinsi Lampung di tengah pembatasan mobilitas akibat diberlakukannya PPKM di berbagai wilayah baik di Provinsi Lampung maupun di wilayah lainnya.

Selain stabilitas harga tetap terjaga, kelancaran distribusi juga dapat memudahkan distributor, produsen dan petani dalam memasarkan produknya serta mendapatkan harga yang wajar. Digitalisasi perlu dioptimalkan seperti pemanfaatan platform e-commerce atau marketplace lokal untuk menjaga kelancaran distribusi dan pemasaran; serta terus mendorong penggunaan transaksi nontunai.

Keempat, meningkatkan komunikasi efektif melalui diseminasi informasi harga dan iklan layanan masyarakat untuk mengimbau masyarakat agar bijak berkonsumsi dan mengurangi asymmetric information untuk menjaga ekspektasi inflasi, terutama di tengah pemberlakuan PPKM di berbagai wilayah Indonesia. (*)

Facebook Comments