KINNI.ID, BANDAR LAMPUNG – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Sumatera Bagian Barat mencatat, kerugian negara akibat peredaran rokok ilegal di Provinsi Lampung mencapai Rp60 miliar hingga akhir September 2025.
“Jumlah kerugian atas rokok ilegal di Provinsi Lampung sampai 30 September 2025 mencapai Rp60 miliar. Ini didapat dari kegiatan penegakan rokok ilegal, jadi cara menghitungnya berasal dari nilai cukai rokoknya yang dilanggar,” ujar Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah DJBC Sumatera Bagian Barat, Wahyudi, di Bandar Lampung, Kamis (30/10/2025).
Ia menjelaskan, jenis rokok ilegal yang paling banyak diamankan merupakan sigaret rokok mesin (SKM).
“Mengenai laporan banyaknya peredaran rokok ilegal, kami sudah tindak lanjuti dengan aparat penegak hukum, dan telah bersinergi juga untuk melaksanakan operasi sendiri,” kata Wahyudi.
Menurutnya, posisi geografis Lampung menjadi salah satu faktor tingginya potensi peredaran rokok ilegal di wilayah tersebut.
“Karena Provinsi Lampung merupakan tempat perlintasan baik rokok impor dari luar negeri yang masuk dari pesisir timur, ataupun rokok produksi lokal yang datang dari Pulau Jawa. Jadi pelaksanaan pengawasan dari sisi perlintasan rokok ilegal akan diperkuat,” ujarnya.
DJBC Sumatera Bagian Barat, lanjut Wahyudi, juga memperkuat kerja sama lintas kantor wilayah untuk mengendalikan peredaran rokok ilegal.
“Kami bekerja sama dengan lintas kantor wilayah juga untuk mengendalikan peredaran rokok ilegal serta melakukan penindakan. Sebab dampak rokok ilegal berpengaruh pada penerimaan cukai,” tambahnya.
Wahyudi menjelaskan, rokok ilegal terbagi dalam lima kategori: tidak menggunakan pita cukai, salah peruntukan, salah personafikasi pita cukai, menggunakan pita cukai bekas, dan menggunakan pita cukai palsu.
Terkait pendanaan, Wahyudi menyebut Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) di Provinsi Lampung tahun 2025 mencapai Rp4 miliar, dengan 10 persen atau Rp500 juta diantaranya dialokasikan untuk kegiatan penegakan hukum.
“Untuk Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau 2026 sebesar Rp5,4 miliar dengan alokasi dana penegakan hukum sebanyak Rp554 juta,” katanya.
Khusus untuk Kota Bandar Lampung, DBHCHT tahun ini mencapai Rp120 juta. Dana tersebut digunakan untuk kegiatan operasi pasar dan operasi gabungan secara rutin.
“Kegiatan ini dilakukan untuk melihat rokok yang dijual di toko. Jadi kami membeli rokok baru lalu dicek pita cukainya dan dilakukan penindakan kalau melanggar,” ujar Wahyudi. (Kn/*)



